Suratdokter.com – Penyanyi berkebangsaan Irlandia, Sinead O’Connor dikabarkan meninggal dunia pada 27 Juli 2023 di usia 56 tahun. Sebelum meninggal, penyanyi yang memutuskan menjadi seorang mualaf ini, sempat mengidap Agorafobia.
Lantas apakah itu Agorafobia? Agorafobia tergolong ke dalam jenis penyakit mental yang membuat pengidapnya merasa panik, takut dan cemas berlebihan ketika berada di suatu lokasi yang membuat dirinya merasa tidak nyaman. Penyakit mental inilah yang sempat dialami oleh Sinead O’Connor sebelum meninggal.
Penderita Agorafobia seperti Sinead O’Connor, akan merasa cemas dan panik berlebihan ketika berada di beberapa tempat seperti ruang tertutup, tempat-tempat publik, transportasi umum, maupun berada di keramaian.
Penyebab Agorafobia
Agorafobia muncul disebabkan oleh rasa cemas yang berlebihan terhadap situasi yang membuat penderitanya merasa tidak nyaman, seperti takut akan kehilangan, tersesat, jatuh, hingga ketakutan akan tidak adanya pertolongan jika rasa cemas ini muncul secara berlebihan.
Sebagian besar penderita Agorafobia akan merasa cemas jika dirinya kembali mengalami serangan panik tersebut, sehingga lebih memilih untuk menghindari beberapa tempat dengan kondisi yang menyebabkan dirinya merasa tidak nyaman.
Dari beberapa riset yang ditemukan, Agorafobia lebih mudah dialami oleh wanita dibandingkan pria. Selain itu, fobia ini dapat dialami oleh siapapun sejak usia anak-anak, namun umumnya fobia jenis ini lebih banyak ditemukan pada usia remaja hingga perkiraan usia 35 tahun.
Baca juga: Gangguan Kecemasan Bisa Terjadi pada Anak-Anak, Kenali Gejalanya!
Gejala Serangan Panik yang Dialami
Para penderita Agorafobia rentan mengalami gangguan kecemasan seperti serangan panik. Serangan panik adalah perasaan takut ekstrim yang tiba-tiba muncul dalam beberapa menit dan memicu berbagai gejala fisik yang intens. Gejala serangan panik ini dapat meliputi:
- Peningkatan kecepatan detak jantung.
- Kesulitan bernapas atau perasaan tercekik.
- Nyeri pada dada.
- Sakit kepala ringan atau pusing.
- Merasa goyah, mati rasa, maupun kesemutan.
- Mengeluarkan keringat terlalu banyak tanpa disadari.
- Tubuh tiba-tiba memerah hingga menggigil.
- Sakit perut atau diare.
- Merasa kehilangan kendali.
- Takut mengalami kematian.
Resiko Komplikasi
Penderita Agorafobia akan sangat membatasi aktivitas fisiknya yang tentunya dapat mengganggu kehidupannya. Pada kondisi yang parah, penderita Agorafobia mungkin tidak dapat meninggalkan rumahnya. Tanpa adanya perawatan intensif, penderita Agorafobia mungkin dapat berada di dalam rumahnya selama bertahun-tahun.
Kondisi seperti ini tentunya membuat penderita Agorafobia menjadi sangat ketergantungan terhadap orang-orang disekitarnya. Selain itu, penderita Agorafobia juga beresiko mengalami depresi, isolasi diri, ketergantuan berlebihan terhadap alkohol dan narkoba, hingga dorongan untuk bunuh diri.
Lakukan Pemeriksaan Kejiwaan Kepada Spesialis Jiwa
Jika mengalami gejala diatas, maka segera periksakan diri maupun orang terdekat anda ke Dokter Spesialis Jiwa, Psikolog, maupun Psikiater. Terlebih jika gejala yang dialami sangat mengganggu aktivitas keseharian, seperti bekerja, berkomunikasi dengan orang lain, bersosialisasi, dan lainnya. Pemeriksaan juga dapat segera dilakukan jika muncul perasaan ingin melukai diri atau bunuh diri.
Guna melakukan diagnosa terhadap penderita Agorafobia, Dokter Spesialis Jiwa, Psikolog, maupun Psikiater akan menanyakan gejala yang dialami penderita. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, seperti tes darah, mungkin akan dilakukan oleh Dokter Spesialis Jiwa untuk memastikan bahwa gejala yang muncul tidak disebabkan oleh adanya kemungkinan penyakit lain.
Selain itu, dengan melakukan konseling kepada Psikolog maupun Psikiater, penderita Agorafobia akan mendapatkan psikoterapi yang dapat membantu penderita mengatasi perasaan takut yang muncul. Jenis psikoterapi yang diterapkan dapat berupa:
- Cognitive Behavioral Therapy (CBT) atau terapi perilaku kognitif yang dapat membantu penderita untuk lebih percaya diri, berani, serta memiliki pikiran positif terhadap situasi maupun tempat yang dihindari.
- Desensitisasi atau terapi pemaparan yang dapat membantu penderita untuk meminimalisir perasaan takut yang muncul dan membantu penderita untuk menganggap sesuatu yang ditakuti layaknya hal yang biasa terjadi.
- Terapi relaksasi, yang dapat membantu penderita untuk melemaskan otot serta menurunkan ketegangan yang dialami oleh penderita ketika berada pada situasi yang ia takuti.
Baca Juga:
- Gangguan Kecemasan Sosial (Social Anxiety): Bukan Sekedar Merasa Malu Saat di Ruang Publik
- Bagaimana Cara Mendukung Teman atau Anggota Keluarga dengan Masalah Kesehatan Mental?
- Memahami dan Menerapkan Self Care sebagai Bentuk Cinta pada Diri Sendiri
Penulis: Alvin