SuratDokter.com – I Ketut Arik Wiantara atau dengan inisial IKAW, seorang dokter gigi berusia 53 tahun, ditahan oleh polisi karena melakukan aborsi ilegal di Jalan Raya Padang Luwih, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.
Kasus ini terungkap berkat sebuah iklan di salah satu situs web, menurut Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadirreskrimsus) Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra. Sub Direktorat (Subdit) V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Bali kemudian menyelidiki iklan prosedur aborsi tersebut.
Aborsi Ilegal
Tujuan di balik praktik aborsi menjadi jelas selama pemeriksaan seorang dokter gigi I Ketut Ari Wiantara alias Arik. Dokter gigi I Ketut Ari Wiantara, yang juga dikenal sebagai Arik, telah diidentifikasi oleh polisi sebagai tersangka dan terlihat pada hari Senin 15 Mei 2023, mengenakan baju tahanan berwarna oranye. Dokter yang berkepala plontos dan berkacamata itu hanya menundukkan kepalanya.
Menurut Ranefli Dian, Arik yang bukan anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI), pertama kali melayani permintaan aborsi dari korban pemerkosaan. Sejak saat itu, ia terus melakukan aborsi ilegal hingga memiliki ribuan pasien.
Ranefli Dian mengatakan, “Pelaku beralasan karena pernah melakukan praktik ini, jadi tinggal hanya dari mulut ke mulut pasien bisa datang kembali dan meminta bantuan.”
“Alasan dia prihatin karena dia melihat anak-anak ini masih SMA dan kuliah, jadi dia khawatir dengan masa depan anak-anak ini.”
Dokter Arik baru saja menyelesaikan aborsi terhadap seorang wanita yang ditemani oleh kekasihnya ketika klinik tersebut digerebek oleh pihak berwenang. Pembantu rumah tangga yang bertugas membersihkan klinik aborsi setelah prosedur tersebut membantu tersangka melakukan kejahatan tersebut.
Tidak Memiliki Lisensi Dokter Kandungan
Ranefli Dian mengatakan bahwa pelaku tidak memiliki lisensi dokter kandungan, Dokter Arik harus belajar secara otodidak bagaimana melakukan aborsi.
Menurut Ranefli, tersangka mengatakan bahwa dia melakukan aborsi karena pasien memintanya, berdasarkan penilaian penyidik.
Untuk mencegah kematian pasien, Dokter Arik memeriksa kesehatan setiap pasien sebelum melakukan aborsi. Hal ini dikarenakan Dokter Arik mengaku bahwa ada pasien yang meninggal dunia saat melakukan aborsi. Oleh sebab itu Dokter Arik ditahan pada tahun 2009 karena pasien tersebut meninggal dunia.
Setiap pasien dikenakan biaya Rp 3,8 juta oleh Dokter Arik. Situasi keuangan pasien juga mempengaruhi bagaimana tarif ini dihitung.
“Meskipun harga yang ditetapkan sebesar Rp 3,8 juta, orang yang datang pun ditanyai juga dengan kondisi ekonominya dan jika tidak sanggup bisa lebih murah. Ada sisi kemanusiaan juga,” Ujar Ranefli Dian.
Pasal Hukum
Ranefli Dian mengklaim bahwa Ketut sudah tiga kali dinyatakan bersalah atas kasus aborsi yang melanggar hukum.
Pertama, keputusan hakim di Pengadilan Negeri Denpasar pada tahun 2006 mengakibatkan Dokter Ketut Arik dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara.
Terdakwa ditahan pada tahun 2009 dan dijatuhi hukuman enam tahun penjara untuk pelanggaran kedua. Terdakwa mengakui melakukan aborsi ilegal lagi pada tahun 2020 setelah keluar dari penjara.
Dokter Arik terancam melanggar beberapa pasal, antara lain Pasal 77 dan 73 ayat (1), Pasal 78 dan 73 ayat (2) tentang praktik kedokteran, serta Pasal 194 dan ayat (2) Pasal 75.UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Selain itu, Dokter Arik terancam denda sebesar Rp10 miliar dan hukuman penjara 10 tahun.***
***
Penulis : Agung Beni