Suratdokter.com – Dokter Salma Suka Kyana Nareswari, membagi kisahnya tentang bagaimana ia mengidap vitiligo setelah mengonsumsi obat herbal anti aging.
Dalam platform media sosial TikTok, Dr. Salma membagikan kisahnya tentang penggunaan produk herbal yang tidak teruji secara ilmiah.
Dalam video yang diunggahnya, Dr. Salma Suka Kyana Nareswari menceritakan bahwa dia mulai menyadari adanya perubahan pada kulitnya sekitar 3-6 bulan setelah memulai konsumsi suplemen herbal tersebut.
Ia mengungkapkan adanya bercak putih yang muncul secara perlahan di berbagai bagian tubuhnya. Setelah berkonsultasi dengan rekan-rekannya yang merupakan dermatolog, ia didiagnosis menderita vitiligo.
Penyakit tersebut adalah kondisi kulit yang ditandai dengan kehilangan pigmen pada area tertentu, yang menyebabkan bercak putih terbentuk pada kulit.
1. Faktor Keturunan
Faktor genetik atau keturunan memainkan peran penting dalam perkembangan vitiligo. Studi menunjukkan bahwa ada kecenderungan keluarga pada penderita.
Jika ada riwayat pernyakit tersebut dalam keluarga, kemungkinan bisa lebih rentan terhadap kondisi ini.
2. Penyakit Autoimun
Vitiligo sering terkait dengan penyakit autoimun lainnya seperti hipertiroidisme, diabetes tipe 1, dan penyakit Addison.
Pada kondisi autoimun, sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang sel-sel sehat dalam tubuh, termasuk sel-sel yang menghasilkan pigmen kulit. Imunologi memainkan peran penting dalam perkembangan vitiligo.
3. Kerusakan Kulit
Kerusakan kulit yang signifikan, seperti luka bakar, luka fisik, atau trauma kulit lainnya, dapat memicu perkembangan vitiligo pada area yang terkena. Gejala tersebut diyakini dapat memicu respons autoimun yang menyebabkan depigmentasi.
Baca juga: Mengungkap Rahasia Perawatan Kulit di Usia 40an untuk Tampil Lebih Segar
4. Terpajan Senyawa Kimia Tertentu
Beberapa senyawa kimia tertentu dapat berperan dalam perkembangan vitiligo pada individu yang rentan. Salah satu contoh yang terkenal adalah hidrokuinon, yang digunakan dalam produk pemutih kulit.
Penggunaan jangka panjang hidrokuinon dalam jumlah besar dapat menyebabkan vitiligo pada beberapa individu. Selain itu, beberapa bahan kimia lainnya yang terkait dengan industri dan lingkungan juga dikaitkan dengan perkembangan penyakit yang menyerang warna kulit tersebut.
Dalam kasus yang dialami oleh Dr. Salma, kemungkinan terbesar adalah karena terpajan senyawa kimia tertentu, yang terdapat dalam kandungan obat herbal yang dikonsumsinya.
Setelah beberapa kali menjalani perawatan kulit untuk meredakan efeknya, ia akhirnya menyadari bahwa vitiligo tidak bisa disembuhkan secara permanen.
“Sebelum saya paham betul tentang vitiligo, saya juga berusaha treatment ke beberapa dokter kulit dari mulai peeling, pakai krim steroid, dan lain-lain. Memang sempat memudar, tapi muncul kembali.” ucapnya.
Awalnya, Dr. Salma Suka Kyana Nareswari merasa tidak percaya diri karena perubahan estetika yang ditimbulkan oleh penyakitnya itu. Namun ia akhirnya mencoba menerima kondisi dan berdamai dengan dirinya sendiri. Ia menyadari bahwa vitiligo hanyalah gangguan estetika dan tidak berbahaya secara medis.
Meskipun tidak menular dan tidak berbahaya secara medis, namun dapat mengurangi tingkat percaya diri pengidapnya. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah dan kondisi ini.