SURATDOKTER.com Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kota Bogor menghadapi kontroversi setelah ditemukan kasus pemalsuan domisili oleh sejumlah calon siswa. Akibatnya, sebanyak 155 siswa telah dicoret setelah dilakukan verifikasi dan pengecekan lapangan.
Walikota Bogor, Bima Arya, mengungkapkan bahwa penelusuran ini banyak tanda-tanda manipulasi Kartu Keluarga (KK) untuk memperoleh keuntungan dalam PPDB jalur zonasi.
Orangtua murid menggunakan berbagai trik untuk memastikan anak-anak mereka diterima melalui jalur PPDB zonasi di Bogor. Beberapa taktik ditemukan pemindahan KK, penambahan anggota baru dalam KK, dan bahkan memberikan alamat palsu seperti kontrakan kosong atau kos-kosan tak berpenghuni. Lebih lanjut penyelidik mengungkap bahwa tidak ada warga setempat yang mengenal salah satu calon peserta PPDB tersebut.
Bahkan, Walikota Bogor, Bima Arya mendapatkan aduan seorang warga yang telah menetap di Jalan Kantor Batu selama tiga tahun, dekat dengan SMAN 1 Kota Bogor. Namun anaknya masih tersisih dari PPDB 2023.
Faktanya, menurut tim verifikasi PPDB Bogor 2023 telah menerima laporan adanya 913 pendaftar, dengan 763 calon siswa menjalani proses verifikasi lapangan. Dari jumlah tersebut hanya terdapat 414 pendaftar yang memenuhi persyaratan sesuai aturan, sementara sisanya 155 siswa tidak memenuhi aturan yang berlaku.
Sementara untuk masyarakat yang menemukan indikasi kecurangan melalui jalur zonasi, diharapkan dapat melaporkan temuannya ke nomor aduan. Tim verifikasi PPDB berkomitmen untuk terus bekerja secara optimal dalam menangani hal ini.
Diskualifikasi
Selanjutnya, Bima Arya juga menegaskan bahwa calon siswa yang terbukti melakukan pemalsuan domisili akan didiskualifikasi sebagai peserta didik. Meskipun sudah diterima, jika terbukti melakukan kecurangan sebagai konsekuensinya tindakan hukuman akan tetap diberlakukan. Bahkan, Bima menyarankan agar PPDB jalur zonasi dihentikan sepenuhnya.
“Sistem harus diperbaiki secara menyeluruh. Sistem kependudukan, sistem verifikasi, dan infrastruktur sekolah harus lebih terorganisir dengan baik. Selama infrastruktur belum merata, penggunaan sistem zonasi ini tidak mungkin dilakukan,” ungkap Bima Arya.
Pada akhirnya, kasus pemalsuan alamat domisili ini menyoroti ketidaksiapan sistem menghadapi zonasi pada PPDB. Diperlukan perbaikan sistem dalam hal kependudukan, verifikasi, dan infrastruktur sekolah yang terorganisir dengan baik. Hal ini untuk memastikan keadilan dan transparansi dalam proses penerimaan siswa melalui jalur zonasi. ***
Penulis: Meutia Eliza
Editor: Tia Mardwi
Refrensi: