Beberapa waktu lalu, media massa ramai memberitakan kasus inses yang terjadi di Indonesia. Selain melanggar hukum dan agama, tindakan asusila ini menimbulkan segudang permasalahan bagi korban yang mengalaminya.
Sebenarnya, apa yang membuat seseorang melakukan inses, dan bahaya yang ditimbulkan dari tindakan ini? Dikutip dari berbagai sumber, inilah penjelasannya.
Pengertian inses
American Psychological Association (APA) mendefinisikan inses sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual yang dilakukan oleh dua orang yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Contohnya, hubungan antara orang tua dan anak, atau antar saudara kandung.
Hubungan sedarah ini juga bisa terjadi tanpa melibatkan hubungan seksual atau sering disebut sebagai inses emosional. Pada kasus ini, pelakunya akan membuat korban menjadi satu-satunya orang yang memberikan dukungan emosional yang semestinya mereka dapatkan dari pasangan.
Faktor penyebab
Beberapa hal yang menyebabkan timbulnya hubungan inses adalah sebagai berikut.
1. Masalah dengan pasangan
Konflik dengan pasangan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya inses. Pasangan yang mengalami masalah seperti perselingkuhan, perceraian, pengabaian, ataupun kekerasan dalam rumah tangga berpotensi mencari kenyamanan dari orang lain yang dekat. Dalam kasus inses, mereka akan menargetkan korban untuk memenuhi kebutuhan emosional dan bahkan seksual.
2. Trauma masa lalu
Inses juga bisa terjadi jika orang dewasa yang menjadi pelakunya pernah mengalami kekerasan serupa saat masih kecil. Ketika mereka tidak mendapatkan pertolongan yang semestinya, anak tadi akan tumbuh dan membawa trauma masa lalu yang akan bisa dilampiaskan ke generasi berikutnya.
Tak hanya itu, kekerasan yang dialami oleh pelaku saat masih kecil juga menyebabkan mereka tidak memiliki contoh yang tepat dalam menjadi orang tua. Minimnya pengetahuan dan panutan yang baik akan meningkatkan potensi terjadinya inses ketika mereka memiliki anak.
3. Masalah psikologis
Jika orang tua atau pengasuh dalam keluarga memiliki riwayat masalah kesehatan mental atau kecanduan, risiko terjadinya inses akan semakin besar. Alih-alih diasuh, anak akan menjadi orang yang mengasuh orang tua yang mengalami masalah tersebut.
Baca Juga: Olahraga Bisa Tingkatkan Kesehatan Mental?
Dampak perilaku inses
Ditinjau dari sudut pandang psikologis, perilaku inses menimbulkan beberapa bahaya pada korbannya. Diantaranya adalah:
- Menyalahkan diri sendiri atas kejadian yang dialami.
- Post-traumatic stress disorder (PTSD) yang ditandai dengan kewaspadaan berlebihan, kecemasan, ingatan akan kejadian inses, dan menghindari segala hal yang mengingatkan dengan kejadian tersebut.
- Depresi dan merasa tidak berharga.
- Kesulitan memenuhi kebutuhan sendiri.
- Keinginan untuk mengakhiri hidup.
- Penyalahgunaan obat-obatan.
- Masalah seksual.
- Gangguan somatis berupa keluhan gejala fisik namun tidak ditemukan apapun setelah diperiksa secara mendalam.
- Tubuh akan memunculkan respon disosiasi dengan cara melupakan atau menjauhkan diri dari hal-hal yang berkaitan dengan kejadian inses.
- Kesulitan mempercayai orang lain.
- Berpotensi menjadi korban kekerasan lainnya.
Penanganan korban inses
Berikut adalah beberapa cara yang sering dilakukan untuk memulihkan kondisi psikologis korban inses.
1. Terapi
Ada beberapa jenis terapi yang sering digunakan untuk menangani kasus inses. Pertama, metode terapi individual di mana korban akan bertemu terapis yang akan fokus sepenuhnya pada masalah yang dialami dan menentukan tujuan yang ingin diraih.
Kedua, terapi kelompok yang dilakukan dalam skala besar. Korban akan dikumpulkan bersama orang-orang yang mengalami masalah serupa dan berbagi cerita serta masukan.
Ketiga, terapi keluarga. Jenis yang ini lebih sesuai jika akar masalahnya terjadi saat masih masa kanak-kanak dan melibatkan anggota keluarga lainnya.
2. Bergabung dengan support group
Sebagai makhluk sosial, manusia akan merasa aman ketika berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki pengalaman serupa. Hal yang sama juga diterapkan pada korban inses.
Mengikuti komunitas penyintas inses bisa menjadi alternatif yang bisa diikuti agar korban tidak merasa sendirian. Adanya support group juga bisa menciptakan lingkungan yang sehat dan aman, sehingga kondisi psikologis korban akan lebih mudah untuk pulih.
3. Membangun batasan dengan pelaku
Bagi penyintas hubungan sedarah, sangat penting untuk membangun batasan dengan pelaku. Jika korbannya masih anak-anak, tindakan ini sangat penting untuk mencegah terjadinya masalah psikologis yang lebih parah karena inses.
4. Mengonsumsi obat yang dianjurkan psikiater
Dokter akan meresepkan obat-obatan untuk mengatasi gejala depresi dan kecemasan yang dialami korban inses. Konsumsi obat yang rutin dan sesuai takaran dapat meminimalisir gejala lanjutan akibat kekerasan tersebut.
5. Membangun kebiasaan yang lebih baik
Korban inses akan diarahkan untuk melakukan aktivitas yang sifatnya positif dan menyehatkan. Beberapa diantaranya adalah berolahraga, menyalurkan hobi dan minat, meditasi, journaling, mengonsumsi makanan yang sehat, dan beristirahat yang cukup. ***
Baca juga:
- Pentingnya Kedekatan Ayah dan Anak Perempuan bagi Kesehatan Mental
- Mental Health Alert: Singapura Menghadapi Gelombang Bunuh Diri yang Mengejutkan
- Peran Keluarga untuk Anak: Tempat Perlindungan atau Pertentangan ?
Penulis: Habibah
Editor: Niqi Carrera
Referensi: