Autism Spectrum Disorder (ASD) atau lebih dikenal sebagai autisme adalah kondisi medis seseorang dimana terdapat gangguan perkembangan saraf.
Autisme memengaruhi cara berkomunikasi dan berinteraksi pengidapnya dengan orang dan lingkungan sekitarnya.
Autisme bukanlah sebuah penyakit. Kondisi ini tak bisa disembuhkan dan akan dialami seumur hidup. Namun, bukan berarti orang autis tidak bisa menjalani hidup dengan baik.
Ada beberapa opsi terapi yang bisa diambil agar orang autis bisa lebih mudah dalam beradaptasi dalam berkehidupan sosial.
Pada artikel ini, kita akan mengupas tuntas tentang autisme. Mulai dari definisi, faktor penyebab, dan gejala autisme, hingga kapan sebaiknya konsultasi ke dokter dan opsi terapi yang bisa dilakukan.
Definisi Autisme
Autisme adalah kondisi medis dimana seseorang mengalami gangguan perkembangan pada fungsi otak dan sarafnya.
Kondisi ini menghambat orang autis untuk bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang-orang dan lingkungan di sekitarnya dengan baik, baik secara verbal maupun nonverbal.
Mereka sulit mengidentifikasi pemikiran dan perasaan, baik miliki dirinya sendiri maupun orang lain.
Sebagai imbasnya, orang autis mungkin akan mengalami kendala dalam belajar, baik di lingkup akademis maupun keterampilan lainnya.
Meski begitu, kemampuan kognitif orang autis bisa saja lebih berkembang di bidang atau aspek lainnya, seperti musik, seni, matematika, dan berbagai bidang keilmuan lainnya.
Faktor Penyebab Autisme
Faktor penyebab autisme bukanlah diet, infeksi menular, perlakuan buruk orangtua terhadap anak (bad parenting), maupun vaksinasi, seperti yang banyak dipercaya oleh masyarakat.
Nyatanya, hingga kini, belum diketahui apa penyebab pasti dari autisme. Namun, hasil dari penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kondisi ini sebagian besar dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.
Berikut ini penjelasan lebih detail mengenai beberapa faktor penyebab seseorang mengalami kondisi autisme.
1. Mutasi gen
Ada kelainan genetik atau kromosom tertentu, seperti, sindrom Rett, sindrom fragile X, dan tuberous sclerosis.
2. Jenis kelamin
Menurut hasil penelitian, orang autis berjenis kelamin laki-laki jumlahnya cenderung lebih banyak daripada orang autis yang berjenis kelamin perempuan. Meski begitu, gejala yang dialami oleh orang autis berjenis kelamin perempuan cenderung terlihat lebih berat.
3. Konsumsi alkohol dan obat-obatan
Konsumsi alkohol oleh ibu hamil meningkatkan risiko terjadinya autisme pada anak yang dikandungnya. Tidak hanya alkohol, ada jenis obat-obatan tertentu yang, apabila dikonsumsi secara berlebihan, maka risiko anaknya mengalami autisme juga meningkat.
4. Genetik
Jika ada anggota keluarga yang memiliki riwayat autisme, kemungkinan besar kondisi tersebut menurun secara genetik ke anaknya. Jika salah satu orangtua ada yang autis, maka ada potensi anaknya akan autis juga. Berlaku juga untuk anak kembar. JIka salah satu mengalami autisme, ada kemungkinan kembarannya juga mengalami kondisi yang sama.
5. Lahir prematur
Bayi yang lahir prematur (lahir lebih awal dari perkiraan) berisiko mengalami autisme. Meski begitu, kasus autisme dimana penyebabnya karena bayi lahir prematur masih jarang terjadi.
6. Usia orangtua ketika hamil
Orangtua yang memiliki anak ketika usia keduanya sudah lebih dari 35 tahun, khususnya sang ibu, berisiko melahirkan anak dengan autisme.
7. Mengidap penyakit tertentu
Autisme dapat terjadi karena dipicu oleh penyakit lain, seperti down-syndrome, cerebral palsy, atau distrofi otot.
Gejala Autisme
Pada umumnya, anak dengan autisme berkembang secara normal di tahun pertamanya. Lalu gejala autisme mulai terlihat ketika anak memasuki usia dua sampai tiga tahun.
Namun, kadang kala gejala autisme dapat tampak lebih awal ketika sang anak baru berusia satu tahun atau bahkan ketika orang tersebut sudah tumbuh dewasa.
Berikut ini beberapa gejala autisme yang kami rangkum dari berbagai sumber.
1. Sulit berkomunikasi dan berinteraksi
Kendala ini sudah bisa terlihat ketika bayi berusia delapan hingga sepuluh bulan. Beberapa mungkin awalnya masih bisa berbicara dengan lancar, namun lambat laun kemampuan ini seiring ia bertambah usia.
Ciri-ciri dari gejala ini dapat berupa:
-
Menghindari kontak fisik dan kontak mata dengan orang lain
-
Enggan berbicara atau bermain dengan orang lain
-
Tidak mampu atau butuh waktu lebih lama untuk memahami pertanyaan dan instruksi sederhana atau ketika menerima informasi baru
-
Suka menyendiri
-
Nada bicara cenderung datar
-
Suka mengulang kata (ekolalia) tanpa memahami penggunaannya dengan tepa
-
Hanya memulai percakapan untuk meminta sesuatu
-
Tidak pernah mengekspresikan perasaannya dan insensitive terhadap perasaan orang lain
-
Tidak memberikan respon ketika dipanggil
2. Pola perilaku tidak biasa
Orang dengan autisme menunjukkan perilaku, kegiatan, dan minat yang tidak umum, terbatas, dan dilakukan berulang-ulang.
Ciri-ciri dari gejala ini dapat berupa:
-
Tidak memberikan respon terhadap rasa sakit
-
Sensitif terhadap cahaya, suara, atau sentuhan
-
Mudah merasa kesal atau cemas ketika berhadapan dengan situasi yang tidak familiar
-
Memiliki rutinitas yang sama dan akan marah jika ada yang berubah
-
Melakukan pola gerakan atau hal yang sama berulang-ulang
-
Sikap tubuh atau gerakan yang tidak biasa
-
Cenderung memilih jenis makanan yang sama
Selain gejala tampak mata seperti yang telah dijelaskan, orang dengan autisme juga sering mengalami kondisi medis psikologi lainnya. Contohnya seperti attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), epilepsi, obsessive compulsive disorder (OCD), gangguan kecemasan, atau depresi.
Kapan Sebaiknya Periksa ke Dokter?
Berikut ini adalah hal-hal yang bisa Anda jadikan acuan untuk segera memeriksakan anak Anda ke dokter terkait potensi autisme menurut anjuran Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI).
1. Kesulitan dalam berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain.
2. Tidak pernah menunjukkan ekspresi bahagia atau tidak tersenyum hingga usia enam bulan.
3. Tidak menirukan suara atau ekspresi wajah orang lain maupun hal-hal di sekitarnya hingga usia sembilan bulan.
4. Tidak pernah berusaha mengoceh ketika usia mencapai 1 tahun.
5. Tidak melakukan gerakan tubuh seperti melambaikan tangan hingga usia 14 bulan.
6. Tidak pernah mengucapkan satu kata pun sampai usianya 16 bulan.
Terapi untuk Autisme
Ada tiga jenis terapi yang umum dilakukan untuk membantu orang dengan autisme.
1. Cognitive behavioral therapy (CBT)
CBT dapat diterapkan kepada anak-anak maupun orang dewasa dengan autisme. Mereka akan diajarkan cara untuk memahami dan mengenali pikiran, perasaan, dan perilaku mereka sendiri. Sehingga mereka bisa mengelola rasa cemas, mengidentifikasi emosi orang lain, dan menghadapi situasi sosial dengan lebih bijak.
2. Applied behavior analysis (ABA)
Sama seperti CBT, terapi ABA juga bisa diterapkan ke anak-anak maupun orang dewasa dengan autisme, untuk memunculkan atau mengubah perilaku positif dari diri mereka dengan menggunakan sistem penghargaan (reward).
3. Social Skills Training (SST)
SST adalah jenis terapi yang cukup sulit dijalani oleh orang dengan autisme karena mereka diharuskan untuk banyak berinteraksi dengan orang lain.***
Penulis: A Salsabila Istiqlal
Referensi:
-
https://yankes.kemkes.go.id/
view_artikel/1631/autisme -
https://ciputrahospital.com/
apa-itu-penyakit-autisme/ -
https://www.siloamhospitals.
com/informasi-siloam/artikel/ autisme-adalah
Comments 2